World Wildlife Day 2021 Mempertahankan Manusia dan Planet

Dipublikasikan oleh admin pada

World Wildlife Day 2021

Sejarah Hari Alam Liar Sedunia sendiri berawal dari rekomendasi CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) pada Sixteenth Conference of the Parties (COP 16) di Bangkok 2013. Konferensi CITES ini merekomendasikan kepada PBB agar 3 Maret 1973 tanggal diadopsinya kesepakatan CITES dipakai sebagai Hari Alam Liar Sedunia sebagai kampanye dalam meningkatkan kesadaran akan nilai penting satwa, tumbuhan, dan kehidupan liar dunia, terutama yang ada dalam kondisi terancam dan dilindungi.

Sumber foto: Pixabay

Owa Jawa salah satu satwa endemik yang hanya tinggal di bagian barat Pulau Jawa, bisa ditemui di Taman Nasional Halimun Salak dan Gunung Gede Pangrango (Sumber foto: Alexas_Fotos/Pixabay)

Owa Jawa, salah satu satwa endemik yang tinggal hanya di bagian barat Pulau Jawa yang bisa ditemui di Taman Nasional Halimun Salak dan Gunung Gede Pangrango

Saat ini sekitar 200 juta orang tinggal di dalam kawasan hutan dan 350 juta orang lainnya hidup berdekatan dengan kawasan hutan di seluruh dunia. Mereka bergantung pada jasa ekosistem yang disediakan oleh hutan untuk mata pencaharian dan kebutuhan dasar mereka seperti makanan, tempat tinggal, energi, dan obat-obatan (Sumber: https://www.wildlifeday.org/).

Selain itu, sekitar 28% dari permukaan daratan dengan tutupan hutan yang ada di dunia, kini dikelola oleh masyarakat adat, termasuk hutan yang utuh secara ekologis, hal ini tidak hanya penting bagi ekonomi dan kesejahteraan mereka, tetapi bagian dari identitas budaya mereka.

Masyarakat adat Desa Setulang, Kalimantan Utara

Masyarakat adat dan masyarakat lokal berada di garis depan hubungan yang menguntungkan antara manusia dan hutan, serta spesies satwa liar yang tinggal di dalam hutan, hubungan yang menguntungkan ini adalah hubungan yang saling memberi dampak positif bagi semua elemen, manusia menjaga, ekosistem alam memberi, begitu juga seterusnya.

Tema tahun ini WWD mengambil tema mempertahankan manusia dan planet yang bertujuan untuk;

  •  Menyoroti Arti Penting Hutan dan Spesies di Dalamnya

Karena hutan bukan sekadar pohon, ada banyak manfaat yang kita rasakan dari hutan mulai dari sumber pangan, sumber air, sumber obat-obatan alami, sumber inpsirasi, perpustakaan alam, hingga rumah bagi berbagai macam satwa.

  •  Memperbaiki Ekosistem Hutan untuk Mempertahankan Mata Pencaharian yang Berkelanjutan

Ratusan juta orang di seluruh dunia, khususnya masyarakat adat dan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan punya ikatan sejarah dengan hutan dan kawasan hutan yang berdekatan. Hal ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB 1, 12, 13 dan 15, dan komitmen mereka yang luas untuk mengentaskan kemiskinan, memastikan penggunaan sumber daya yang berkelanjutan, dan untuk konservasi ekosistem daratan di mana hutan termasuk di dalamnya.

 

Sekretaris Jenderal CITES Ivonne Higuero mengatakan: “Hutan memiliki peran lingkungan yang penting dan menyediakan layanan penting bagi ratusan juta orang. Hutan menopang sumber daya yang diandalkan oleh banyak komunitas di seluruh dunia untuk mata pencaharian mereka, serta kebutuhan akan pangan, keamanan, pengaturan iklim dan stabilitas ekonomi untuk seluruh dunia. Merayakan mata pencaharian ini dan berusaha untuk belajar dari mereka yang hidup langsung dari dan di dalam hutan akan memungkinkan kita tidak hanya untuk menyoroti pentingnya hutan bagi umat manusia dan planet ini, tetapi juga untuk mendiskusikan bagaimana kita dapat membuat hubungan kita dengan mereka dan semua spesies satwa liar yang mereka simpan lebih berkelanjutan”

Kita dapat belajar dari komunitas adat Ammatoa Kajang di Sulawesi Selatan yang hidup berdampingan dengan alam, bagaimana mereka menjaga sumber daya alam secara berkelanjutan. Mereka meyakini apa yang telah mereka ambil dari alam perlu untuk dikembalikan sebagai wujud syukur dan sekaligus menghindari keserakahan. Hutan, pohon, batu, dan berbagai kehidupan lainnya dipersepsikan sebagai sesama hamba Tuhan yang saling berkomunikasi, dan berinteraksi satu sama lain. 

Komunitas adat Ammatoa Kajang yang melakukan ritual tahunan andingingi sebagai ritual untuk mendinginkan bumi.

Komunitas adat Ammatoa Kajang yang melakukan ritual tahunan andingingi sebagai ritual untuk mendinginkan bumi (Sumber foto: Antarafoto)

Baca juga :  Kehidupan Harmonis Masyarakat dan Hutan di Desa Simancuang

Pada dasarnya hubungan manusia dengan makhluk hidup lainnya diperuntukan untuk saling berbagi kasih dan tanggung jawab, bersama-sama mewujudkan kehidupan yang sejahtera dan seimbang. Masyarakat Ammatoa Kajang telah berhasil melestarikan hutannya sebagai kawasan hutan adat, hal ini karena tidak terlepas dari ajaran leluhur yang mereka yakini, ‘Pasang Ri Kajang’ yang terdiri dari kumpulan amanat leluhur.

Untuk  mendukung komunitas hutan dan melestarikan kehidupan liar di dalamnya, ada beberapa aksi yang bisa diikuti meskipun kita tinggal di perkotaan nih Kak;

Atau kamu mau ikut aksi cinta lingkungan ala influencer, Rian Ibram? Bisa banget loh Kak! Kamu bisa baca artikel lengkapnya di sini ya. Selain itu kamu bisa turut berpartisipasi mengikuti aksi di atas dengan menggunakan taggar #DoOneThingToday dan #HutanItuBeragami terutama di media sosial kamu ya.

Yuk! barengan #JagaHutan untuk keberlangsungan hidup manusia, karena manusia, hutan dan kehidupan liar di dalamnya dapat hidup berdampingan.

Referensi : 

[1]  https://www.wildlifeday.org/media

 

Kategori: Blogger

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *