Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Surga yang Tersembunyi di Indonesia

Dipublikasikan oleh admin pada

Taman nasional memang surganya Indonesia. Terlebih lagi, Indonesia juga menjadi salah satu negara yang memiliki hutan terluas dan terbesar di dunia. Hutan juga menjadi penopang kehidupan di negara-negara lainnya.

Untuk terus membentuk kepedulian terhadap hutan, pada 29 November-1 Desember 2019 lalu, tim inti Hutan Itu Indonesia mengajak sukarelawan aktif HII bersama mitra HII untuk field trip ke Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), Bogor. “Field trip ini diadakan setiap satu tahun sekali bertujuan untuk memberikan apresiasi kepada sukarelawan yang aktif dan terus membantu kelancaran program Hutan Itu Indonesia. Karena, untuk menumbuhkan cinta dan kepedulian perlu mengunjungi dan merasakan keberadaan hutan, seperti pepatah ‘Tak kenal maka tak sayang’,” kata Tami selaku Koordinator Mitra Hutan Itu Indonesia.

Baik dalam melakukan pendakian ataupun sekedar berwisata, tentunya perlu mengetahui Do’s and Dont’s selama berada di lokasi. Hal ini sangat wajib diketahui oleh seluruh pendaki dan wisatawan untuk sama-sama bertanggung jawab dan mencegah hal buruk terjadi. Sesi ini terlebih dahulu diberikan oleh tim TNGGP untuk kemudian disampaikan lagi ke pengunjung oleh tim sukarelawan Hutan Itu Indonesia.

 

Perjalanan berbatu menuju Air Terjun Cibereum

Perjalanan berlanjut dengan mengunjungi Air Terjun Cibeureum yang terletak di ketinggian 1.700 meter di atas permukaan air laut. Perjalanan menanjak dengan jalan berbatu pun dimulai. Untuk menuju air terjun, tim Hutan Itu Indonesia harus menyusuri jalur pendakian menuju Gunung Gede Pangrango. Perlu perjalanan sekitar 2.8 km dari Pos 1 alias tempat pembelian tiket. Dibutuhkan waktu sekitar satu hingga dua jam perjalanan.

Dahulu, jalur menuju curug terdiri dari tanah dan bebatuan. Musim hujan bisa menjadi nightmare karena jalanan sangat licin. Namun sejak dimulai pembenahan pada 2004, jalurnya sudah lebih baik dan nyaman dilalui. Rimbunnya pepohonan, beberapa satwa liar yang sesekali muncul selama perjalanan, itu semua membuat lelah makin tidak terasa. Inilah keajaiban dari wisata alam Cibereum.

 

Desa Sarongge

Rasanya bukan sesuatu yang mudah, mengenalkan kembali pangan lokal kepada masyarakat kota. Karena, fast food tetap saja menjadi pilihan. Apa lagi dengan hadirnya promo dan diskon di restoran cepat saji, makin membuat banyak orang tergiur. Ditambah lagi, pekerjaan sebagai petani nampaknya makin menjadi profesi yang kurang sexy bagi pemuda. Berwisata sekaligus edukasi, mungkin ini judul yang tepat untuk menggambarkan pesona Desa Sarongge, desa yang menjadi penyangga kawasan TNGGP yang banyak menawarkan berbagai program, adopsi pohon salah satu di dalamnya. Ada pula perkebunan sereh wangi, camping ground, dan perkebunan organik.

Layaknya perkebunan pada umumnya, kawasan ini memang terik. Apalagi jika menjelang siang, banyak debu bertebaran. Baiknya memang datang ke sini saat udara pagi masih segar-segarnya. Namun, tidak bagi mereka, para petani Desa Sarongge, yang sudah terbiasa dengan kondisi ini. Bagaimana bila mereka tidak sanggup melakukan profesi ini? Bayangkan jika petani muda tidak lagi menggarap kebun dan sawahnya, tidak ada lagi yang melanjutkan misi suci menjadi petani, kemudian bahan makanan impor dengan pestisida beracun dipastikan terus memenuhi tiap perut yang kelaparan. Yang membuat gemercak kagum ialah, desa ini sangat terkenal dengan asbak, kerajinan tangan, sabun sereh, lulus kopi, dan berbagai hiasan lainnya. Alam selalu menyediakan yang terbaik untuk kita, bukan? (Uty)

Editor: Shabrina PP


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *